1866
Atas rekomendasi Raja Willem III, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Mijer mengeluarkan keputusan untuk membangun gedung “Raad van Justitie” dengan arsitek Jhr. Willem Herman Frederik Hendrik van Raders.
Atas rekomendasi Raja Willem III, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Mijer mengeluarkan keputusan untuk membangun gedung “Raad van Justitie” dengan arsitek Jhr. Willem Herman Frederik Hendrik van Raders.
Gedung “Raad van Justitie” selesai dibangun oleh perusahaan konstruksi Drossacras & Co dengan biaya 269.000 Gulden.
Pemerintah Jepang mengganti nama “Raad van Justitie” menjadi “Koto Hoin”.
Pemerintah Belanda mengalihfungsikan sebagai asrama Nederlandsch Missie Militer (NMM) tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL).
Gedung tertutup untuk umum karena menyimpan alat-alat militer.
Digunakan sebagai kantor Walikota Jakarta Barat.
Gedung mengalami pemugaran dan menjadi Kantor Dinas Sejarah dan Museum DKI Jakarta.
Gedung diresmikan sebagai Balai Seni Rupa atas prakarsa Wakil Presiden Adam Malik.
Bagian sayap bangunan digunakan sebagai Museum Keramik.
Balai Seni Rupa digabung dengan Museum Keramik menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.
Balai Seni Rupa Jakarta dimulai ketika pada tahun 1963, para seniman Indonesia terpecah ke dalam dua kubu besar, para penanda tangan Manifesto Kebudayaan dan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Para seniman pendukung Manifesto menyatakan perang terhadap seniman lekra, begitu pula sebaliknya.
Sepanjang tahun 1965 - 1966 “perang” semakin panas dengan disingkirkannya Henk Ngantung dan Hendra Gunawan yang pro-lekra. Aliran realis di Yogyakarta dibubarkan, sementara di Jakarta dan Bandung aliran nonfiguratif semakin berada di atas angin.
Mereka tetap menggeliat disekitar Taman Ismail Marzuki (TIM) yang didirikan pada tahun 1968.
Seniman lainnya seperti Mochtar Apin dan AD Pirous bergerak di Jurusan Seni Rupa ITB Bandung dan Akademi Seni Rupa Surabaya.
Mereka mulai menyelenggarakan pameran yang menarik perhatian masyarakat pada tahun 1970. Salah seorang pendukung gerakan ini adalah Adam Malik, Wakil Presiden yang juga sebagai kolektor lukisan dan keramik.
Dukungan Adam Malik makin besar saat mengundang para seniman untuk melakukan pameran di bekas gedung “Raad van Justitie”. Pameran melibatkan 130 lukisan yang bertajuk “Seabad Seni Lukis Indonesia” yang menandai lahirnya Balai Seni Rupa Jakarta yang kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Agustus 1976.
Berselang satu tahun setelah Balai Seni Rupa Jakarta diresmikan, bagian sayap gedung diresmikan sebagai Museum Keramik pada 10 Juni 1977. Koleksi keramik yang dipamerkan merupakan hibah dari Adam Malik dan Himpunan Keramik Indonesia (HKI).
Setelah 13 tahun bernama Balai Seni Rupa dan Museum Keramik, pada tahun 1990 namanya diubah menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik yang pengelolaannya dibawah Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta.