Garis Waktu Sejarah


1866

Atas rekomendasi Raja Willem III, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Mijer mengeluarkan keputusan untuk membangun gedung “Raad van Justitie” dengan arsitek Jhr. Willem Herman Frederik Hendrik van Raders.

1870

Gedung “Raad van Justitie” selesai dibangun oleh perusahaan konstruksi Drossacras & Co dengan biaya 269.000 Gulden.

1942

Pemerintah Jepang mengganti nama “Raad van Justitie” menjadi “Koto Hoin”.

1949

Pemerintah Belanda mengalihfungsikan sebagai asrama Nederlandsch Missie Militer (NMM) tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL).

1950

Gedung tertutup untuk umum karena menyimpan alat-alat militer.

1970

Digunakan sebagai kantor Walikota Jakarta Barat.

1974

Gedung mengalami pemugaran dan menjadi Kantor Dinas Sejarah dan Museum DKI Jakarta.

1976

Gedung diresmikan sebagai Balai Seni Rupa atas prakarsa Wakil Presiden Adam Malik.

1977

Bagian sayap bangunan digunakan sebagai Museum Keramik.

1990

Balai Seni Rupa digabung dengan Museum Keramik menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.

Sejarah Museum


Balai Seni Rupa Jakarta

Balai Seni Rupa Jakarta dimulai ketika pada tahun 1963, para seniman Indonesia terpecah ke dalam dua kubu besar, para penanda tangan Manifesto Kebudayaan dan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Para seniman pendukung Manifesto menyatakan perang terhadap seniman lekra, begitu pula sebaliknya.

1965 - 1966

Sepanjang tahun 1965 - 1966 “perang” semakin panas dengan disingkirkannya Henk Ngantung dan Hendra Gunawan yang pro-lekra. Aliran realis di Yogyakarta dibubarkan, sementara di Jakarta dan Bandung aliran nonfiguratif semakin berada di atas angin.

Mereka tetap menggeliat disekitar Taman Ismail Marzuki (TIM) yang didirikan pada tahun 1968.

Seniman lainnya seperti Mochtar Apin dan AD Pirous bergerak di Jurusan Seni Rupa ITB Bandung dan Akademi Seni Rupa Surabaya.

1970

Mereka mulai menyelenggarakan pameran yang menarik perhatian masyarakat pada tahun 1970. Salah seorang pendukung gerakan ini adalah Adam Malik, Wakil Presiden yang juga sebagai kolektor lukisan dan keramik.

20 Agustus 1976

Dukungan Adam Malik makin besar saat mengundang para seniman untuk melakukan pameran di bekas gedung “Raad van Justitie”. Pameran melibatkan 130 lukisan yang bertajuk “Seabad Seni Lukis Indonesia” yang menandai lahirnya Balai Seni Rupa Jakarta yang kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Agustus 1976.

10 Juni 1977

Berselang satu tahun setelah Balai Seni Rupa Jakarta diresmikan, bagian sayap gedung diresmikan sebagai Museum Keramik pada 10 Juni 1977. Koleksi keramik yang dipamerkan merupakan hibah dari Adam Malik dan Himpunan Keramik Indonesia (HKI).

1990

Setelah 13 tahun bernama Balai Seni Rupa dan Museum Keramik, pada tahun 1990 namanya diubah menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik yang pengelolaannya dibawah Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta.